Jangan Mengulangi Kesalahan Dalam Membangun
Pembangunan kembali di daerah terdampak bencana 28 September
2018, seperti Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala, perlu
memperhatikan aspek keamanan dan kekuatan bangunan. Hal ini perlu dilakukan,
agar pemerintah maupun masyarakat di daerah tersebut, tidak mengulangi
kesalahan yang sama.
Demikian dikatakan profesor geosains dari Brigham Young
University, Amerika Serikat, Ronald Albert Harris, saat menjadi narasumber pada
Seminar Internasional Geologi dengan tema Disasters Adaptation Readiness In The
20-10-20 Scheme, Rabu (27/11/2019), di Aula FUAD IAIN Palu. Seminar internasional ini diinisiasi oleh Dekan FUAD IAIN Palu, Dr. Lukman S. Thahir, M.Ag.
Menurut Prof. Harris, kerusakan parah bangunan pada bencana
28 September 2018 lalu, diakibatkan oleh endapan sedimen yang menjadi pembentuk
dari sebagian besar daratan di lembah Palu, Sigi, maupun Donggala. Dengan fakta
bahwa sebagian besar jenis tanah di wilayah-wilayah tersebut merupakan endapan
sedimen, getaran gempa akan sangat teramplifikasi di dataran dengan jenis tanah
tersebut, yang mengakibatkan kerusakan bangunan yang berdiri di atasnya
meningkat.
Dengan kenyataan tersebut, Prof. Harris menganjurkan agar bangunan
yang dibangun pascabencana harus lebih kokoh, karena bukan gempa bumi yang
membunuh, tapi reruntuhan bangunan yang jatuh menimpa penghuninya.
Dirinya juga melihat, kerusakan bangunan saat terjadi
bencana, terjadi karena beberapa masalah bangunan di Indonesia, seperti izin
mendirikan bangunan (IMB) yang tidak melihat aspek bencana, tidak adanya
inspeksi bangunan berlantai lebih dari satu, praktek pengecoran beton kurang
sempurna, tulang beton terlalu kecil, hingga kurangnya pelatihan untuk
tukang.
Menurut Prof. Harris, pemerintah seharusnya mengevaluasi bangunan
menggunakan check list BNPB. Selain itu masyarakat juga dapat menggunakan bahan
bangunan yang tahan gempa, seperti kayu dan bambu.
“Jangan mengulangi kesalahan yang sama dalam membangun,”
ujarnya. JEF
Komentar
Posting Komentar